Jumat, 20 Februari 2009

Adakah Jarak antara Agama dan Ilmu Pengetahuan?

Hingga kini, para ilmuwan tidak bisa menebak asal mula kehidupan atau bagaimana kehidupan itu dimulai di muka bumi. Sebagaimana mereka tak mengerti mengapa dan bagaimana manusia memiliki keunikan dengan kemampuannya untuk mengetahui dan berpikir yang merupakan sarana untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Kita mengenal perbedaan antara kematian dan kehidupan, manusia dan binatang, yang tuli dan yang mendengar, buta dan melihat, bijaksana dan bodoh. Tetapi kita tidak mampu memahami lebih jauh perbedaan-perbedaan tersebut, atau kita tidak mampu mengubah orang mati menjadi hidup, binatang menjadi manusia yang berpikir, yang tuli menjadi mendengar, buta yang buta melihat, dan yang lemah akal menjadi bijaksana.
Di antara ujian terbesar terkait keyakinan terhadap Allah adalah saat kita menghadiri kematian seorang sahabat yang kita sayangi. Kita sama sekali tidak berdaya untuk mengembalikan hidupnya. Saat itu kita melihat Allah, merasakan kekuasaan-Nya dan mengenali keperkasaan dan hikmah-Nya. Dalam situasi seperti inilah kita memahami firman Allah berikut,
‘Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, ‘Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.’’ (al-Isra’: 85)
Menurut ayat ini, kita dikaruniai pengetahuan terbatas yang memungkinkan kita mengenali Pencipta yang mengaruniai nikmat hidup. Pengetahuan yang terbatas tersebut memungkinkan kita untuk melihat Allah dan memahami keberadaan-Nya. Kemampuan-kemampuan tersebut membimbing kita kepada fakta yang logis, dimana harus ada satu Pencipta yang menciptakan alam semesta yang luar biasa seperti ini, dan memeliharanya dengan cara-cara yang sedemikian hebat.
Di dalam Islam, agama atau keyakinan tentang Allah harus dicapai dengan logika yang diberikan kepada manusia, sebagaimana firman Allah,
‘Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.’ (ar-Rum: 30)
Pesan serupa terdapat dalam ayat,
‘Berkata rasul-rasul mereka: ‘Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?’ (Ibrahim: 10)
Sebagian orang mengklaim bahwa ilmu pengetahuan berpijak pada serangkaian eksperimen, sementara agama bukanlah ilmu pengetahuan karena ia berpijak pada keyakinan. Sesungguhnya itu adalah statemen yang tak benar karena tidak seorang pun sudah menguji atau melihat konstruksi dari atom-atom, Artikel alam semesta, magnet atau muatan listrik, komponen-komponen dari gelombang elektromagnetik, konsep-konsep fisika kuantum, dan lain-lain. Semua model tidak lebih dari sekedar asumsi-asumsi logis. Semua ilmu fisika kuantum atau mekanika tidak bergantung pada argumentasi-argumentasi yang teruji, melainkan berpijak pada postulat-postulat logis.
Sebagaimana tiga hukum dari empat hukum Thermodinamik dan Zeroth, dimana hukum kedua dan ketiganya merupakan argumentasi-argumentasi yang tidak teruji. Inti dari termodinamik bergantung pada hukum yang kedua, suatu hukum yang bergantung pada aksioma-aksioma logis atau penalaran logis dan membentuk dasar utama ilmu pengetahuan tersebut. Termodinamik merupakan salah satu ilmu pengetahuan rancang-bangun dasar untuk mengkarakterisasi energi dan mekanisme-mekanisme konversi energi. Salah satu hasil dari hukum yang kedua adalah apa yang disebut ‘Entropi’. Sifat seperti itu ditemukan melalui penalaran logis dan tidak bisa secara langsung diukur atau dirasakan.
Bagaimanapun, ia adalah kunci untuk setiap analisis energi. Tidak seorang pun boleh mengklaim bahwa entropi bukan suatu konsep yang ilmiah.
Dengan alasan yang sama, kita dapat melihat dasar agama. Keyakinan tentang Allah adalah suatu fakta yang dapat ditemukan dengan pemikiran logis. Keyakinan atau fakta tersebut mengarahkan kepada penjelasan-penjelasan logis bagi mereka yang sudah menemukan alam semesta yang tertib, menemukan evolusi-terkontrol, dan penemuan-penemuan lain. Banyak gejala atau mukjizat-mukjizat yang ditemukan di alam semesta itu tidak menemukan penjelasan yang masuk akal tanpa menyertakan keyakinan yang pasti tentang Allah.
Akhirnya, keimanan terhadap Allah adalah satu-satunya fakta yang menawarkan jawaban logis atas pertanyaan-pertanyaan logis yang diungkapkan al-Al-Qur’an berikut ini:
‘Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?’ (at-Thur: 35-37)
Di dalam ayat-ayat ini, Allah memandu kita kepada Hikmah-Nya dengan penalaran logis yang memberi jawaban tentang alam semesta secara ilmiah. Di dalam Islam, Ilmu pengetahuan dan agama itu serasi. Di dalam al-Qur’an Allah meminta kita untuk meneliti hikmah-Nya pada alam semesta. Allah berfirman kepada kita bahwa Kitab Nya al-Qur’an diturunkan dengan hikmah dan ilmu pengetahuan,
‘Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi al-Qur’an dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.’ (an-Naml:6)

Selasa, 10 Februari 2009

Misteri pasukan NATO di Afghan berjumlah 70 ribu?

Informasi jika NATO akan menambah jumlah pasukannya di Afghanistan sehingga totalnya mencapai angka 70.000 personil, angka ini memang menarik karena di dalam berbagai riwayat tentang hari akhir sekurangnya ada dua kejadian yang melibatkan pasukan sejumlah 70.000 personil.
Pertama, angka tersebut merujuk pada jumlah personil pasukan Bani Ishaq (Ibnu Katsir dalam An-Nihayah fil Fitan Wal Malahim menyatakan mereka adalah keturunan dari Al-Ish bin Ishaq a.s. bin Ibrahim a.s.) yang membebaskan Konstantinopel, ibukota Turki Sekuler. Pembebasan ini tidak melalui peperangan dengan senjata api dan mesiu, tapi hanya dengan takbir dan tahlil.
Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kalian pernah mendengar tentang suatu kota yang terletak sebagiannya di darat dan sebagiannya di laut? Mereka (para sahabat) menjawab, “Pernah wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: Tidak terjadi hari kiamat, sehingga ia diserang oleh 70.000 orang dari Bani Ishaq. Ketika mereka elah sampai di sana, maka mereka pun memasukinya. Mereka tidaklah berperang dengan senjata dan tidak melepaskan satu panah pun. Mereka hanya berkata Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, maka jatuhlah salah satu bagian dari kota itu. Berkata Tsaur (perawi hadits): Saya tidak tahu kecuali hal ini; hanya dikatakan oleh pasukan yang berada di laut. Kemudian mereka berkata yang kedua kalinya Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, maka jatuh pula sebagian yang lain (darat). Kemudian mereka berkata lagi Laa Ilaha Illallah Wallahu Akbar, maka terbukalah semua bagian kota itu. Lalu mereka pun memasukinya. Ketika mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan perang, tiba-tiba datanglah seseorang (setan) seraya berteriak: Sesungguhnya dajjal telah keluar. Kemudian mereka meninggalkan segala sesuatu dan kembali.” (HR. Ahmad).
Kedua, angka 70.000 juga disebutkan sebagai jumlah pasukan Yahudi yang mendampingi Dajjal. Berbagai riwayat menyatakan, ketika Dajjal keluar akan banyak manusia yang lemah iman, yang terbiasa berkompromi dengan kezaliman dan kejahatan dunia, yang telah terlena kenikmatan kehidupan dunia, serta yang tidak pernah mempelajari tentang ciri-cirinya, akan tertipu dan menjadi pengikutnya. Mereka akan menyangka Dajjal sebagai Ratu Adil yang diberi berbagai kelebihan dan daya magis. Walau banyak pengikut, namun Dajjal memiliki pasukan pengawal ini yang terdiri dari orang-orang Yahudi Asbahan, yang berasal dari kampung Yahudi di wilayah antara Persia dengan Rusia.
Rasulullah SAW bersabda, “Dajjal akan diikuti oleh orang-orang Yahudi Asbahan sebanyak 70.000 orang yang mengenakan jubah tiada berjahit.” (Shahih Muslim, Kitabul Fitan wa Asyratis Sa’ah, Bab Fi Baqiyyah Min Ahaadiitsid Dajjal 18: 85-86).
Lalu apakah pasukan NATO itu pasukannya Dajjal sebagaimana dimaksudkan dalam hadits hari akhir? Apakah bendera hitam itu dinisbahkan kepada Thaliban atau Al-Qaeda? Wallahu'alam. Tidak seorang pun yang bisa memastikan.
Saat ini, sedikit banyak telah muncul berbagai peristiwa yang telah diprediksikan Rasulullah SAW beberapa abad silam sebagai tanda-tanda datangnya hari akhir. Hari akhir adalah hari yang pasti datangnya, sebagaimana kematian yang pasti mendatangi setiap jiwa yang hidup. Inilah hari-hari di mana kita hidup di dalamnya. Tidak ada yang bisa manusia usahakan untuk menghadapi hari yang pasti ini selain sadar untuk kembali kepada fitrahnya dan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi hari akhir. Wallahu’alam bishawab.