Selasa, 21 April 2009

Periode Kematian Kedua

Dorongan hawa nafsu bisa menyebabkan manusia terjebak menghalalkan segala cara untuk memperoleh kepentingan-kepentingan duniawi, sekalipun berlawanan dengan fithrah dan Akidah (Keyakinan)-nya.
۞ كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّيُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (28) (سورة البقرة )
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu sebelumnya mati (tidak ada), lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu, kemudian Dia menghidupkan kamu kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 28)
Setelah jatah penginapan kita di dunia dan di atas bumi ini habis, kita harus segera check out. Sebelum check out dari penginapan besar ini, pernahkan kita saling bertanya di antara kita, layaknya ketika kita menginap di sebuah hotel di wilayah wisata?. Pertanyaan yang paling sederhana yang harus kita tanyakan pada rekan-rekan sepenginapan adalah seputar berapa lama jatah masing-masing menginap di tempat penginapan itu? Jika saja kita saling bertanya, pasti jawabannya akan berbeda-beda. Ada yang menjawab satu hari satu malam saja, ada yang menjawab dua hari dua malam, tiga hari tiga malam dan paling lama satu bulan seperti turis Timur Tengah yang libur panjang ketika musim panas melewati negeri mereka. Demikian juga jatah hidup kita di dunia dan di atas bumi ini berbeda-beda. Ada yang baru lahir langsung check out dari dunia ini, ada yang hannya sampai bayi, sampai balita, ada yang sampai anak-anak, ada yang sampai remaja, ada yang sampai dewasa, ada yang sampai manula dan ada pula di antara mereka yang sampai pikun.
Fakta tersebut menunjukkan betapa sebentarnya kita tinggal di bumi ini. Setiap manusia mendapatkan jatah berbeda-beda. Kendatipun seseorang mendapatkan jatah tinggal di bumi ini 60 tahun, atau 70 tahun, itupun masih sangat sedikit dibanding dengan total waktu yang kita habiskan dalam perjalanan wisata ini yang dimulai sejak perencanaan awal pemilihan bahan baku (saripati tanah), kemudian menjadi sperma, terjadinya pembuahan, dalam rahim, lahir ke dunia dengan jatah waktu tertentu. Setelah itu diteruskan dengan check out dari duinia sambil menuju Alam Barzakh untuk tinggal di sana dengan jatah waktu yang tidak bisa kita ketahui, bisa 100 tahun, 1.000 tahun, satu juta tahun dan seterusnya. Setelah waktunya habis, kita akan dibangkitkan dari Alam Barzakh untuk dikumpulkan di Mahsyar dan setelah beberapa lama baru kita mengakhiri perjalanan Wisata Abadi ini ketika kebmabli kepada Tuhan Pencipta.
Coba kita banyangkan, berapa abad waktu yang kita butuhkan untuk melewati dan menjelajahi perjalanan wisata abadi kita sejak dari titik nol (Zero) sampai kembali kepada Allah, Tuhan Pencipta? Kemudian coba bandingkan dengan waktu dan jatah hidup kita di dunia ini? Amat sangat pendek bukan? Masalahnya ialah kita seringkali mengingkari atau melupakan kenyataan itu, karena mata hati kita sudah tertutup oleh kecintaan pada kehidupan dunia yang sedikit ini dan kebodohan kita terhadap Tuhan Pencipta. Akibatnya, kitapun merasa bahwa hidup di dunia ini seakan selamanya. Padahal Tuhan Pencipta telah mengingatkan kita dengan firman-Nya :
قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلا قَلِيلا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (114) أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ (115)
“Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui” (114). Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?(115) (Q.S. Al-Mu’minun (23) : 114 – 115)
Kenyataan itu pulalah yang menyebabkan Rasulullah mengingatkan umatnya agar menyadari betul tentang singkatnya waktu jatah kita di dunia. . Ibnu Umar berkata : Pada suatu hari Rasulullah memegang bahuku sambil berkata : “Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau seperti seorang pengembara “
Dalam Hadits lain yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud, Rasulullah melukiskan realitas dan kenyataan manusia di dunia ini seperti lukisan berikut ini :

Setelah itu Rasulullah menjelaskan lukisan tersebut sebagai berikut : “Ini adalah (realitas) manusia. Yang ini (persegi panjang) adalah ajal yang sedang mengepungnya –atau telah mengepungnya-. Garis panjang yang keluar itu adalah angan-angan-nya. Garis-garis pendek ini adalah ibarat binatang-binatang buas (yang menjadi sebab-sebab kematiannya). Bila yang ini salah,, maka ia akan diterkam yang ini, dan jika yang ini salah, maka yang ini menerkamnya”. (Hadits Riwayat Al-Bukhari)
Itulah realitas kehidupan di dunia yang telah Allah tetapkan pada semua manusia tanpa terkecuali, dahulu, sekarang dan yang akan datang. Apakah ia presiden, raja, rakyat jelata, kaya, miskin, berilmu, jahil, jendral, kopral, bangsa Asia, Eropa, Amerika, Timur, Barat, Kutub Utara dan Selatan, wanita maupun pria. Ajal masing-masing sudah dibatasi, kendati angan-angannya jauh melebihi ajalnya. Sebab-sebab kematiannyapun beragam, setiap saat mengintai dan siap menerkamnya, sampai-sampai Rasulullah mengibaratkan sebab-sebab tersebut dengan binatang-binatang buas yang setiap saat siap menerkamnya. Kendati demikian, manusia sering melupakan ajal (batas jatah hidup di dunia) yang pasti itu karena tergiur kepentingan-kepentingan duniawi yang serba tidak pasti dan menipu. Persis seperti tergiurnya para penjudi yang setiap saat mengharapkan keberuntungan.
Hawa nafsu yang tak terkendali dalam mencapai berbagai kepentingan duniawi seperti harta yang melimpah, kedudukan dan jabatan yang tinggi, prestise dan status sosial yang dibanggakan menjadi penyebab manusia lupa pada ajal yang pasti akan menerkamnya pada saatnya tiba (on time). Dorongan hawa nafsu juga bisa menyebabkan manusia terjebak menghalalkan segala cara untuk memperoleh kepentingan-kepentingan duniawi, sekalipun berlawanan dengan fithrah dan Akidah (Keyakinan)-nya. Di antaranya, melakukan tindakan-tidakan irrasional seperti pergi ke tukang-tukang ramal nasib, ke tempat-tempat keramat sambil meminta perubahan nasib kepada makhluk yang lemah yang tidak bisa berbuat banyak kendati untuk diri mereka sendiri. Perbuatan itu dilakukan berdasarkan hayalan dan angan-angan kosong belaka. Akhirnya, mereka tidak mau datang dan meminta pada Tuhan Pencipta mereka dan Pencipta alam semesta yang sudah pasti Maha Kuasa atas segala sesuatu. Padahal singgasana-Nya meliputi langit dan bumi. Maha Kasih Sayang-Nya terhadap hamba-Nya yang tanpa batas dan setiap saat membuka pintu rahmat, pertolongan dan ampunan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang datang mengadu kepada-Nya dengan ikhlash dan khusyu’, sebagaimana firman-Nya :
قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى آللَّهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ (59) أَمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَأَنْزَلَ لَكُمْ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَنْبَتْنَا بِهِ حَدَائِقَ ذَاتَ بَهْجَةٍ مَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُنْبِتُوا شَجَرَهَا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ يَعْدِلُونَ (60) أَمْ مَنْ جَعَلَ الأَرْضَ قَرَارًا وَجَعَلَ خِلَالَهَا أَنْهَارًا وَجَعَلَ لَهَا رَوَاسِيَ وَجَعَلَ بَيْنَ الْبَحْرَيْنِ حَاجِزًا أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يَعْلَمُونَ (61) أَمْ مَنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ (62) أَمْ مَنْ يَهْدِيكُمْ فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَنْ يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ تَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (63)
Katakanlah: "Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?"(59) Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).(60) Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat tinggal (yang nyaman), dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan) nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui. (61) Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya). (62) Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa (pula) kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya). (63) (Q.S. An-Naml (27) : 59 – 63)
Sesungguhnya hakikat dan kenyataan kehidupan dunia ini tidak lebih dari kehidupan sementara, sangat pendek, fana (akan mengalami kehancuran), kenikmatan yang menipu, permainan dan sendagurau, panggung sandiwara dan perlombaan memperbanyak harta dan anak keturunan, dan tempat berbangga-bangga dengan pangkat dan status sosial. Celakalah manusia yang tertipu oleh gemerlap kehidupan dunia ini dan berbahagialah mereka yang selamat dari tipuannya.
Kenyataan lain yang harus selalu kita sadari bahwa perbandingan kenikmatan dunia yang mampu kita cicipi jika dibandingakan dengan semua nikmat Allah yang tersebar di bmi ini, tidak lebih dari setetes air yang jatuh dari jarum yang diangkat setelah dicelupkan ke laut. Ternyata, kita hanya mendapatkan kenikmatan dunia seperti setetes air yang jatuh itu, kendati kita bekerja keras 24 jam dalam sehari semalam, tujuh hari dalam sepekan, 30 hari dalam sebulan, 12 bulan dalam setahun dan dijalankan selama usia produktif atau 40 tahun berturut-turut tanpa henti. Pendapatan tersebut akan tidak berarti sama sekali jika dibandingkan dengan apa yang akan didapatkan orang-orang beriman di negeri Akhirat nanti. Karena, perbandingan dunia dan seisinya dengan Akhirat hanya bagaikan setetes air yang jatuh dari jari kita yang kita angkat setelah dicelupkan ke lautan. Sungguh suatu perbandingan yang sangat dahsyat!!!
Sebagai bukti pentingnya kesadaran diri dalam memahami perbandingan dahsyat tersebut di atas, Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kita kiat menghindari tipu muslihat kenikmatan dunia yang tidak seberapa yang telah menyita seluruh umur dan waktu yang kita miliki ketika melewati Periode Kehidupan Pertama di dunia ini. Kiat tersebut dijelaskan salah seorang sahabat bernama Abu Hurairah. Ia berkata: Bersabda Rasul Saw : Perbanyaklah mengingat faktor yang menghancurkan atau memutuskan kelezatan (dunia ini), yakni “kematian”. (Hadits Riwayat Attirmizi) .
Perbanyaklah mengingat kematian…Ya, itulah kiat atau cara yang paling efektif untuk membantu kita agar terhindar dari tipuan kenikmatan kehidupan dunia yang tak seberapa. Dengan demikian kita akan mensikapi kehidupan dunia ini secara tepat, proporsionla dan benar, yakni dengan memfokuskan diri pada misi dan visi yang telah ditetapkan Tuhan Pencipta, yaitu beribadah kepada-Nya dengan menjalankan amanah Khilafah (perwakilan kepemimpinan) yang telah diserahkan-Nya kepada kita dalam menegakkan kebenaran dan keadilan serta memakmurkan bumi dan semua penghuninya. Keberhasilan kita dalam menjalankan misi dan visi itu akan menjamin kesuksesan kita pada periode-perode berikutnya dari perjalanan wisata abadi kita menuju Allah. Garis startnya dimulai dari Periode Kematian Kedua yang aba-abanya ditandai dengan Sakratulmaut, kemudian Kematian itu sendiri dan dilanjutkan dengan Check In di tempat persinggahan atau penginapan ketiga, yitu Alam Barzakh, yang jauh lebih besar dari dua tempat persinggahan sebelumnya, yakni perut ibu kita dan bumi kita. Selamat meneruskan dan menikmati perjalan berikutnya….

Sabtu, 04 April 2009

Mengapa Manusia Memilih Kehidupan Fana?

Bagaimana memaknai kehidupan? Bagaimana manusia harus mensikapi kehidupannya? Kehidupan dalam Islam, bukanlah rentang waktu yang pendek, yang digambarkan usia seseorang, atau usia sebagian umat manusia. Namun, juga bukan rentang waktu yang nyata, yang digambarkan dengan usia umat manusia secara keseluruhan.
Kehidupan menurut pandangan Islam adalah kehidupan di segala masanya, baik itu kehidupan nyata – yakni kehidupan duniawi – dan juga kehidupan akhirat. Masa dalam kehidupan dunia berbanding jauh dengan kehidupan akhirat. Ia bagaikan hanya satu jam di tengah hari. Ruang kehidupan akhirat pun lebih luas dari ruang kehidupan dunia. Ia adalah perpaduan ruang kehidupan dunia – di mana manusia hidup – dengan ruang lainnya.
Luas surga dalam kehidupan akhirat sebanding dengan langit dan bumi dalam kehidupan manusia. Sedangkan kehidupan neraka dalam kehidupan akhirat mampu menampung seluruh orang kafir dalam seluruh masa.
Tentu, hakikat rentang kehidupan mencakup kehidupan yang sifatnya familiar, yakni kehidupan akhirat, baik itu di surge maupun di neraka. Suasana yang ada dalam kehidupan akhirat tidak akan bisa dirasakan dan disamakan dengan suasana yang ada dalam kehidupan dunia.
Allah Ta’ala telah mendiskripsikan dengan jelas tentang kehidupan akhirat dalam al-Qur’an dengan berbagai karakteristik yang dimilikinya, hingga tampak jelas hakikatnya bagi siapa saja yang ingin mempelajarinya. Tapi, banyak manusia yang tidak mau memilih kehidupan yang lebih nyata, dan kekal, tapi manusia lebih memilih kehidupan yang fana, yaitu dunia.
Allah Ta’ala berfirman : “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui”. (al-Ankabut :64) Menurut Mujahid mengungkapkan, “Sesungguhnya yang dimaksud dengan, sesungguhnya akhirat I tulah yang sebenarnya kehidupan adalah kehidupan yang tidak ada kematian didalamnya”. Sedang Ibn Jarir menyatakan, yang dimaksud dengan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal. Tidak ada kesudahannya, tidak interupsi dan tidak ada kematian. Ibn Abu Ubaidah mengemukakan, bahwa yang dimaksud dengan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya. Ia adalah kehidupan yang tidak penuh dengan tipu daya, sebagaimana kehidupan duniawi.
Kisah indah digambarkan dalam kehidupan seorang sahabat, yaitu Hasan al-Basri, yang sangat zuhud terhadap dunia. Al-Basri tidak pernah terkena tipu daya dunia. Hidupnya jauh dari perbuatan durhaka, dan senantiasa diliputi ibadah kepada Rabbnya. Ia tinggalkan kehidupan dunia, yang melalaikan, dan hanya tipu daya belaka. Hasan al-Basri, benar-benar seorang, yang senantiasa dirinya terikat dengan akhirat. Jalan hidupnya penuh dengan ketaqwaan.Ia tidak ingin mengotori dengan prenik-prenik kenikmatan yang menipu, dan membuatnya terjatuh dalam murka-Nya.
Ketika Hasan al-Basri sedang sakit, saudara-saudaranya dan teman-temannya yang menjenguk merasa heran. Karen mereka tidak mendapati apa-apa dirumahnya, tidak ada tikar ataupun selimut, kecuali tempat tidur yang tidak ada apa-apanya. Hasan al-Basri rahimahullah adalah seorang ustadz (guru) dalam kewara’an. Dia mencari tingkat yang luhur dan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang mengotorinya. Alangkah indahnya hidup laki-laki yang menahan diri dari selera nafsu dan beraneka ragam kenikmatan dunia.
Sementara, tak sedikit manusia yang binasa lantaran memperturutkan hawa nafsunya. Hasan al-Basri menjauhi hawa nafsu yang menyukai segala Sesutu, nafsu yang cenderung kepada aneka kesenangannya yang dapa merusaknya.
Kewara’an Hasan al-Basri samapi ke tingkat ia tidak mengambil gaji dalam tugasnya dibidang peradilan. Tatkala Addi bin Arthat, seorang pejabat Iraq, memberinya uang sebesar 200 dirham, ia menolaknya. Addi mengira pemberian uang itu dianggap kurang oleh Hasan al-Basri. Karena itu, ia menambahnya. Namun, Hasan al-Basri tetap menolaknya. Al-Basri berujar : “Aku menolaknya bukan karena aku memandang uang itu sedikit. Aku menolaknya karena tidak mau mengambil upah dalam memutuskan hukum”, tegas al-Basri.
Tidak ada lagi di zaman sekarang manusia yang memiliki sikap hidup seperti Hasan al-Basri, yang zuhud terhadap kehidupan dunia. Manusia modern di saat sekarang ini, justru mengejar kehidupan dunia yang fana, dan sebentar berakhir manusia. Tapi, justru manusia mengagungkan dan memuja kehidupan dunia, yang tidak ada artinya apa-apa di akhirat nanti. Wallahu ‘alam.

Sebab-sebab Hidayah

Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan Tipologi Manusia bahwa manusia dalam Fase Setelah Lahir, khususnya setelah dewasa, dibiarkan Allah untuk memilih Hidayah atau Dholalah. Hal itu disebabkan karena mereka sudah diciptakan Allah dengan amat sangat sempurna, diberikan fasilitas fisik yang super canggih, dibekali dengan empat alat super canggih yakni, pendengaran, penglihatan, hati dan akal, diturunkan kepada mereka Kitab Petunjuk Hidup (Al-Qur’an) beserta juklaknya (Sunnah Rasul) serta berbagai ayat atau tanda Kebesaran dan Keagungan Allah yang diperlihatkan-Nya dalam jagad raya dan dalam diri manusia. Sebab itu, sepanjang sejarah manusia di dunia ini akan selalu ada yang beriman atau mendapatkan Hidayah Allah dan ada yang tidak beriman atau tidak mendapatkan Hidayah Alla atau memilih Dholalah, sebagaimana firman-Nya:
فَرِيقًا هَدَى وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيْهِمُ الضَّلالَةُ إِنَّهُمُ اتَّخَذُوا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ (30)
“Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi pantas mendapatkan kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan setan-setan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk” (Q.S. Al-A’raf )7( : 30).
Inilah bukti Maha Adilnya Tuhan Pencipta, Dia tidak memberikan begitu saja Hidayah kepada manusia melainkan bagi mereka yang pantas memperolehnya. Kepantasan tersebut berupa keinginan (kemauan) yang datang dari dalam diri mereka sendiri. Atau dengan kata lain, kecerdasan Spiritual, Emotional dan Intellectual yang diberikan Tuhan Pencipta kepada mereka, mereka gunakan untuk menguak pintu Hidayah tersebut, melalui proses dan metode pemberdayannya (SEI Empowerment) sesuai sistem dan mekanisme ilahiyah.
Sesungguhnya, banyak faktor yang menjadi sebab memperoleh Hidayah itu. Di antaranya :
1. Adanya iman (keyakinan), seperti yang Allah jelaskan dalam dalam firman-Nya :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (9)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam Syurga yang penuh kenikmatan”(Q.S. Yunus (10) :9)
2. Menggunakan akal untuk mengkaji dan memikirkan ciptaan Allah dalam jagad raya seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Alaihissalam. Masalah ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ (77)
"Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". (Q.S. Al-An’am (6) : 77)
3. Membaca, mendengarkan dan memahami Al-qur’an . Hal tersebut dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
وَأَنْ أَتْلُوَ الْقُرْآنَ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَقُلْ إِنَّمَا أَنَا مِنَ الْمُنْذِرِينَ (92)
Dan supaya aku membacakan Al Qur'an (kepada manusia). Maka barang siapa yang mendapat petunjuk maka sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barang siapa yang sesat maka katakanlah: "Sesungguhnya aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan". (Q.S. An-Naml / 27 : 92)
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (23)
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya” (Q.S. Az-Zumar / 39 : 23)
4. Berdoa atau memohon kepada Tuhan Pencipta untuk mendapatkan Hidayah-Nya, seperti yang Allah jelaskan dalam firman-Nya :
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ (7)
“Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus (6) (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”(Q.S. Al-Fatihah (1) : 6 – 7)
5. Menikuti Al-Qur’an dan mencari apa yang diridhai Tuhan Pencipta, seperti yang dijelaskan dalam firman-Nya :
يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (16)
“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus” (Q.S. Al-Maidah (5) : 16)
6. Beriman Kepada Allah, Rasul-Nya dan mengikuti jalan hidup Rasul-Nya, seperti yang dijelaskan Allah dalm firman-Nya :
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (158)
“Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (Q.S. Al-A’raf (7) : 158)
7. Mau menerima kebenaran Al-Qur’an dan peringatan yang disampaikan Rasul Saw. seperti yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
تَنْزِيلُ الْكِتَابِ لا رَيْبَ فِيهِ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2) أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ لِتُنْذِرَ قَوْمًا مَا أَتَاهُمْ مِنْ نَذِيرٍ مِنْ قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ (3)
Turunnya Al Qur'an yang tidak ada keraguan padanya, (adalah) dari Tuhan semesta alam (2) Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan: "Dia Muhammad mengada-adakannya". Sebenarnya Al Qur'an itu adalah kebenaran (yang datang) dari Tuhanmu, agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang memberi peringatan sebelum kamu; mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk. (3) (Q.S. Assajdah (32) : 2 -3)
8. Memakmurkan Masjid didasari Iman pada Allah dan hari Akhirat.
9. Menegakkan shalat
10. Menunaikan zakat dan
11. Tidak takut kecuali hanya kepada Allah, seperti yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ (18)Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. Attaubah (9) : 18)

Sebab-Sebab Dholalah (Kesesatan)

Sebagaimana Hidayah ada sebab pemberiannya, maka Dholalah (Kesesatan) juga ada sebab memperolehnya. Di antaranya ialah :
1. Mengingkari (Kufur) dan menyekutukan (syirik) Tuhan Pencipta serta menolak agama-Nya yang bersih dari ajaran syirik, seperti yang Allah jelaskan dalam firman-Nya :
أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ (3)“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.”(Q.S. Az-Zumar (39) : 3)
2. Merubah aturan hidup yang ditetapkan Tuhan Pencipta, (menghalalkan yang diharamkan Allah dan mengharamkan yang dihalalkan Allah), seperti yang Allah jelaskan dalam firman-Nya :
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ (37)Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mensesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Q.S. Attaubah (9) : 37)
3. Berbuat zalim dengan mengingkari Tuhan Pencipta atau bersikap sebagai Tuhan, seperti yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (258)“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhan Penciptanya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhan Penciptaku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu heran terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (Q.S. Al-Baqarah (2) : 258)
4. Menukar keimanan kepada Allah dengan kekufuran kepada-Nya, seperti dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
أَمْ تُرِيدُونَ أَنْ تَسْأَلُوا رَسُولَكُمْ كَمَا سُئِلَ مُوسَى مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَتَبَدَّلِ الْكُفْرَ بِالإِيمَانِ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ (108)“Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israel meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan (hidup) yang lurus. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 108)
5. Mengaku beriman pada Kitab-Kitab Allah, akan tetapi dalam kehidupan menginginkan dan menerapkan sistem (hukum) thaghut (selain hukum Allah), seperti yang Allah jelaskan dalam firman-Nya :
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا (60)Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya (Q.S. An-Nisa’ (4) : 60)
6. Sifat nifaq (kemunafikan), di antaranya, suka menipu Allah, malas menunaikan shalat, beramal untuk mendapatkan pujian manusia dan tidak bisa banyak berzikir pada Allah, seperti yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلا (142) مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لا إِلَى هَؤُلاءِ وَلا إِلَى هَؤُلاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلا (143)Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali (142) Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya.(143) (Q.S. An-Nisa’ (4) : 142 – 143)
7. Membunuh anak karena takut miskin, karena perbuatan tersebut menolak rezeki (anak) yang diberikan Allah. Tindakan tersebut juga menyebabkan mereka mengalami kerugian besar. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya:قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ قَتَلُوا أَوْلادَهُمْ سَفَهًا بِغَيْرِ عِلْمٍ وَحَرَّمُوا مَا رَزَقَهُمُ اللَّهُ افْتِرَاءً عَلَى اللَّهِ قَدْ ضَلُّوا وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ (140)“Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui, dan mereka mengharamkan (menolak) apa yang Allah telah rezekikan kepada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk”. (Q.S. Al-An’am (6) : 140)
8. Tidak mau menggunakan hati, mata dan telinga (kecerdasan Spritual, Emotional dan Intellectual) untuk mengenal dan memahami Kebesaran dan Keagungan Allah, seperti yang Allah jelaskan dalam firman-Nya :
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (179)
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi Neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (Q.S. Al-A’raf (7) : 179)
9. Mengikuti hawa nafsu, seperti yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
بلِ ا تَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَا لَهُم مِنْ نَاصِرِينَ (29)“Tetapi orang-orang yang zalim mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolong pun.” (Q.S. Ar-Rum (30) : 29)
10. Sifat dan sikap melampaui batas (melanggar) aturan Allah dan dan ragu-ragu terhadap Risalah Rasulullah, seperti yang Allah jelaskan dalam firman-Nya :
وَلَقَدْ جَاءَكُمْ يُوسُفُ مِنْ قَبْلُ بِالْبَيِّنَاتِ فَمَا زِلْتُمْ فِي شَكٍّ مِمَّا جَاءَكُمْ بِهِ حَتَّى إِذَا هَلَكَ قُلْتُمْ لَنْ يَبْعَثَ اللَّهُ مِنْ بَعْدِهِ رَسُولا كَذَلِكَ يُضِلُّ اللَّهُ مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ مُرْتَابٌ (34)Dan sesungguhnya telah datang sebelumnya Yusuf kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata: "Allah tidak akan mengirim seorang (rasul pun) sesudahnya". Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu”. (Q.S. Al-Mu’min (40) : 34)
11. Tidak mau meyakini kebenaran ayat-ayat Allah ( Al-Qur’an) dan ayat-ayat Allah dalam alam semesta, seperti yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
إِنَّ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ لا يَهْدِيهِمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (104)“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman (meyakini kebenaran) kepada ayat-ayat Allah (Al Qur'an) Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka dan bagi mereka azab yang pedih”. (Q.S. An-Nahl (16) : 104)