Kamis, 05 Januari 2012

Haram Ikut Merayakan Hari Besar Orang-Orang Musyrik

Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, "Sesungguhnya kalian terbiasa mengerjakan perbuatan perbuatan yang dalam pandangan kalian urusan itu lebih ringan dari sehelai rambut. Akan tetapi kami (para shahabat) dahulu ketika Rasul masih hidup, meyakininya sebagai mubiqaat (penghancur keimanan)."

Allah ta’ala berfirman, "Dan hampir hampir mereka itu merusak (keyakinanmu) terhadap ayat ayat yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar engkau mengadakan kata kata dusta akan kami (dengan perintah) selain Nya. Selanjutnya (apabila engkau mentaati mereka) pastilah mereka menjadikan dirimu sebagai kekasih. Dan apabila tidak Kami teguhkan (keimananmu) sungguh hampir hampir engkau condong sedikit kepada mereka. Dan apabila engkau telah condong kepada mereka (orang orang musyrik) itu, Kami timpakan kepadamu siksa yang berlipat lipat di dunia dan siksa yang berlipat-lipat setelah kematian, kemudian engkau tidak akan mendapatkan pertolongan sedikitpun dari Kami."(QS. Al-Isra’ [17] : 73-75)

Asbaabub Nuzul

Dari shahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa, “Suatu hari keluarlah Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahal berserta beberapa tokoh kafir Quraish yang lain, mereka mendatangi Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Muhammad, datanglah engkau (ke tempat peribadahan kami) kemudian SENTUHLAH BERHALA-BERHALA KAMI, maka kami pasti masuk Islam karenanya.” Rasul begitu besar keinginan agar orang orang itu masuk Islam, maka beliau condong untuk melaksanakan hal itu. Akan tetapi turunlah firman Allah di atas.(HR. Ibn Mardawaih dan Ibnu Abi Hatim, dengan sanad Jayyid)

"Dan janganlah kamu condong kepada orang orang yang dzalim (kafir) sehingga kamu pasti terbakar api neraka, dan kamu tidak akan mendapatkan penolong selain Allah, kemudian mereka itu pun tidak akan mampu memberikan pertolongan kepadamu." (QS. Hud [11] : 113)

"Dan telah diturunkan (ajaran) kepada kalian, bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah dpermainkan dan dan dingkari maka janganlah sekali kali kalian duduk bersama mereka (orang orang yang mempermainkan ayat-ayat Allah dan mengingkarinya), sehingga mereka mengalihkan pembicaraan kepada pembicaraan yang lain. (Apabila) kalian tetap duduk-duduk bersama mereka ketika mereka mempermainkan ayat-ayat Allah) maka kalian sama dengan mereka. Sesungguhnya Allah mengumpulkan orang orang munafik dan orang kafir seluruhnya di dalam neraka Jahannam." (QS. An-Nisa [4] : 140)

"Dan sekali kali tidak akan pernah ridha kepadamu orang orang Yahudi dan tidak pula Nasrani, sehingga kalian mengikuti kebiasaan (agama) mereka." (QS. Al-Baqarah [2] : 120)

Sabda Rasulullah shollallaaahu ‘alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari bagian kaum itu." (HR. Abu Daud, Kitabul LibAs: 4/314. Ahmad, al Musnad: 7/142 no: 5114. Hadits shahih)

Sungguh kalian pasti mengikuti kebiasaan orang orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga apabila mereka masuk ke dalam lobang biawak tentu kalian mengikuti mereka. Kami bertanya, “Yaa Rasulullah, apakah mereka itu orang orang Yahudi dan Nasranikah?” Rasul menjawab: “Kalau bukan mereka, siapa lagi?”(HR. Al-Bukhary, Kitabul I’tisham: 13/300. Muslim, Kitabul ILmi: 4/2154, no: 2569)

"Bukan golongan kami orang orang yang bertasyabbuh dengan orang orang selain golongan kami." (HR. At-Tirmidzi, as-Sunan: 7/335, no: 2696. hadits hasan)

"Sesungguhnya orang orang Yahudi dan Nasrani itu tidak beragama. Maka selisihilah mereka." (HR. al Bukhary, Kitabul Anbiya: 6/496. Muslim: Kitabul Libas: 3/1663, no: 2103)

"Selisihilah orang-orang Yahudi." (HR. Abu Daud, Kibush Sholah: 1/147. no: 652. Hadits shahih)

Pada waktu Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya, dimana mereka bersendau gurau di dua hari itu. Maka Rasul bersabda, "Aku datang kepada kalian sedangkan kalian memiliki dua hari dimana kalian bersendau gurau di dalamnya. Sesungguhnya Allah telah mengganti untuk kalian dua hari yang lebih baik dari pada keduanya. Yaitu hari ‘Iedul Fitri dan hari raya Qurban." (HR. Ahmad: 12362)

Umar bin Khattab radhiyallaahu ‘anhu berkata, "Jauhilah orang orang asing dan kaum musyrikin di hari raya mereka, di gereja-gereja mereka. Sesungguhnya murka Allah pasti menimpamu apabila engkau melakukan hal yang dilarang itu." (HR. al-Baihaqy. Dalam Iqtidha’: 192 dan 197)

Abdullah bin Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhumaa, "Barangsiapa menetap di wilayah orang orang musyrik, membuat hidangan untuk hari raya mereka dan menyerupai mereka, hingga orang itu meninggal. Maka dia akan berkumpul bersama orang orang musyrik itu di hari kiamat kelak." (Iqtidha’ Shiratal Mustaqim: 84)

Ibnul Qoyyim al jauziyyah, "Adapun ucapan selamat terhadap simbol simbol kekufuran secara khusus, telah menjadi ijma kaum muslimin haram hukumnya. Seperti mengucapkan selamat atas hari raya atau puasa mereka dengan mengatakan 'Hari raya yang diberkahi bagimu,' atau 'Selamat merayakan hari besar ini,' dan lain-lain. Yang demikian itu (meksipun misalkan orang yang mengucapkan terbebas dari kekufuran) maka hal itu termasuk perkara yang diharamkan. Karena perbuatan itu serupa dengan orang yang mengucapkan selamat kepada orang lain karena orang itu telah bersujud kepada salib. Bahkan dosanya lebih besar di hadapan Allah dan murka Allah lebih besar dari pada ucapan selamat terhadap orang orang yang minum khamr, membunuh, berzina dan lain-lain. Karenanya banyak orang yang tidak kokoh agamanya terjerumus dalam hal itu dan tidak mengetahui keburukan perbuatannya. Barangsiapa mengucapkan selamat kepada seseorang karena perbuatan ma’siyyyat, bid’ah dan kekufurannya (kepada Allah) berarti dia telah mengundang murka Allah dan amarahNya." (Ahkam Ahludz Dzimmah dalam Fatawa al ‘Ashriyyah juz 22)

Ibnu Taimiyyah rahimahullahu, "Tidak ada perbedaan dalam urusan bekerja sama dengan orang orang kafir dalam masalah hari raya dengan bekerja sama dengan orang-orang kafir dalam menjalankan ajaran agama. Karena penyerupaan dalam masalah hari raya merupakan penyerupaan dalam masalah kekufuran."(Iqtidha Shiratal Mustaqim: 208)

Pernyataan Syar’iyah Majelis Mujahidin: Syi'ah Bukan Islam

Kasus pembakaran padepokan ordo Syi’ah oleh warga masyarakat Nangkerang, Sampang, Madura, 29 Desember 2011 lalu, digunakan sebagai momentum rehabilitasi kesesatan Syi’ah oleh tokoh-tokoh Syi’ah di Indonesia. Dalam kasus ini, Syi’ah memosisikan diri sebagai pihak yang teraniaya dan dizalimi, bukan saja oleh umat Islam tapi juga Negara. Bahkan melalui berbagai pernyataan simpatisan Syi’ah, mereka menuntut diakui eksistensinya sebagai penganut agama Islam, seperti dinyatakan salah seorang pimpinan MUI Pusat, Umar Syihab:

“MUI tidak pernah menyatakan bahwa Syiah itu sesat. Syiah dianggap salah satu mazhab yang benar sama halnya dengan ahli sunnah wal jama'ah, ialah mazhab yang benar, dan kedua mazhab tersebut sudah ada sejak awal Islam," katanya.

Sebagai sebuah ordo agama, Syi’ah dinyatakan sesat dan bukan bagian dari Islam, karena keyakinan serta doktrinnya yang menghina Nabi Saw dan para shahabat. Indoktrinasi Syi’ah menyatakan bahwa: Imam Syi’ah maksum dan derajatnya lebih tinggi dari Rasulullah, Al-Qur’an yang ada sekarang palsu, para shahabat Nabi semuanya pendusta karena itu semua hadits shahih dalam kitab hadits kaum Muslimin dianggap palsu. Dan mereka menganggap para khalifah selain Ali karramallahu wajhah adalah para perampas kekuasaan kekhalifahan. Dan yang paling menjijikkan, mereka melakukan mut’ah alias kawin kontrak.

Oleh karena itu, ulama Islam menyatakan bahwa Syi’ah bukan Islam. Di antara ulama besar yang menyatakan demikian adalah: 1) Imam Ahmad bin Hambal, 2) Imam Malik, 3) Imam Syafi’i, 4) Al-Bukhari, 5) Abu Hamid Muhammad Al-Muqaddasi, 6) Ibnu Katsir, 7) Ibnu Taimiyah dll. Abu Zur’ah Ar-Razi mengatakan: “Bila Anda melihat seseorang mencela salah seorang shahabat Rasulullah Saw, maka ketahuilah orang tersebut adalah zindiq. Karena ucapannya itu berakibat membatalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.”

Selain itu, ormas Islam Indonesia juga menyatakan ajaran Syi’ah sesat dan menyesatkan. Rakernas MUI 4 Jumadil Akhir 1404 H/7 Maret 1984 M di Jakarta, MUI telah merekomendasikan perlunya umat Islam bangsa Indonesia waspada terhadap menyusupnya paham Syi’ah yang memiliki perbedaan-perbedaan pokok dengan ajaran Islam Ahlu Sunnah (pengikut Qur’an dan Sunnah).

PBNU pernah mengeluarkan surat resmi Nomor: 724/A. II. 03/10/1997, 12 Rabiul Akhir 1418 H/14 Oktober 1997 M yang ditandatangani Rais Aam KH. M. Ilyas Ruhiat dan Katib Aam KH. M. Drs. Dawam Anwar. Mengingatkan kepada bangsa Indonesia agar tidak terkecoh oleh propagandis-propagandis Syi’ah, dan perlunya umat Islam bangsa Indonesia mengetahui perbedaan prinsipil ajaran Syi’ah dengan Islam.

Departemen Agama RI (sekarang Kemenag RI) telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: D/BA. 01/4865/1983, 5 Desember 1983 tentang, “Hal ihwal Mengenai Golongan Syi’ah” menyatakan bahwa ajaran Syi’ah tidak sesuai bahkan bertentangan dengan ajaran Islam.

Berdasarkan alasan dan fakta di atas, maka sebagai institusi penegak Syari’ah Islam, Majelis Mujahidin menyampaikan pernyataan syar’iyah sebagai berikut:

1.Bahwa Syi’ah bukan dari golongan Islam. Siapa saja yang tidak menganggap Syi’ah sesat berarti dia sesat.
2.Pemerintah, MUI dan ormas Islam supaya melakukan penelitian tuntas terhadap ajaran-ajaran Syi’ah berdasarkan kitab-kitab induk mereka, tanpa terkecoh dengan perbuatan, aktifitas, maupun taqiyah pengikut Syi’ah. Sehingga perbedaan paham ataupun penyimpangan ajarannya dapat diketahui secara publik.
3.Supaya pemerintah segera menyelesaikan kasus pembakaran padepokan ordo Syi’ah di Madura secara menyeluruh dan adil dengan melakukan investigasi secara cermat sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut.
4.Majelis Mujahidin mengusulkan diadakan perdebatan ilmiah dengan para pentolan Syi’ah, guna menguji pengakuan kebenaran maupun kebatilan ajaran Syi’ah. Jika mereka tidak mau merespon usulan ini, hal itu mengindikasikan adanya iktikad yang tidak baik, menyembunyikan penyimpangan dan permusuhannya terhadap Islam dan kaum Muslimin.
Jogjakarta, 4 Januari 2012

Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin


Irfan S Awwas
Ketua

M. Shabbarin Syakur
Sekretaris

Amir Majelis Mujahidin
Al-Ustadz Muhammad Thalib